1. Kasus Pembunuhan Munir
Munir Said Thalib bukan sembarang orang, dia adalah aktifis HAM yang pernah menangani kasus-kasus pelanggaran HAM. Munir lahir di Malang, tanggal 8 Desember 1965. Munir pernah menangani kasus pelanggaran HAM di Indonesia seperti kasus pembunuhan Marsinah, kasus Timor-Timur dan masih banyak lagi. Munir meninggal pada tanggal 7 September 2004 di dalam pesawat Garuda Indonesia ketika ia sedang melakukan perjalanan menuju Amsterdam, Belanda. Spekulasi mulai bermunculan, banyak berita yang mengabarkan bahwa Munir meninggal di pesawat karena dibunuh, serangan jantung bahkan diracuni. Namun, sebagian orang percaya bahwa Munir meninggal karena diracuni dengan Arsenikum di makanan atau minumannya saat di dalam pesawat. Kasus ini sampai sekarang masih belum ada titik jelas, bahkan kasus ini telah diajukan ke Amnesty Internasional dan tengah diproses. Pada tahun 2005, Pollycarpus Budihari Priyanto selaku Pilot Garuda Indonesia dijatuhi hukuman 14 tahun penjara karena terbukti bahwa ia merupakan tersangka dari kasus pembunuhan Munir, karena dengan sengaja ia menaruh Arsenik di makanan Munir dan meninggal di pesawat.
Komentar: Sangat disayangkan sekali jika para hakim dan jaksa penuntut umum membebaskan tersangka pembunuhan Munir dengan sanksi yang sangat ringan. Seharusnya hakim dan jaksa, komnas HAM, dan masyarakat bekerja sama menuntaskan hal ini. Bagaimana bisa dikatakan Negara Indonesia adalah Negara yang demokrasi tinggi jika hukum yang berlaku tidak setimpal dengan apa yang diperbuat oleh tersangka. Orang yang telah membunuh Munir harusnya dijatuhi hukuman mati, karena ia telah membunuh orang yang sangat berpengaruh untuk Indonesia.
2. Kasus Marsinah
Marsinah merupakan salah satu buruh yang bekerja di PT. Catur Putra Surya (CPS) yang terletak di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Masalah muncul ketika Marsinah bersama dengan teman-teman sesama buruh dari PT. CPS menggelar unjuk rasa, mereka menuntut untuk menaikkan upah buruh pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993. Dia aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Masalah memuncak ketika Marsinah menghilang dan tidak diketahui oleh rekannya, dan sampai akhirnya pada tanggal 8 Mei 1993 Marsinah ditemukan meninggal dunia. Mayatnya ditemukan di sebuah hutan di Dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur dengan tanda-tanda bekas penyiksaan. Menurut hasil otopsi, diketahui bahwa Marsinah meninggal karena penganiayaan berat.
Komentar: Sudah saatnya pemerintah membuka mata lebar-lebar akan kasus Marsinah dan kasus-kasus yang dialami buruh-buruh saat ini. Pemerintah sebaiknya berani membuka ulang kasus Marsinah atas nama demokrasi dan HAM. Hilang dan matinya Marsinah sudah tentu “direkayasa” sehingga sampai saat ini belum menemui titik terang. Padahal keadilan yang tertinggi adalah keadilan terhadap Hak Asasi Manusia.
3. Penculikan Aktivis 1997/1998
Salah satu kasus pelanggaran HAM di Indonesia yaitu kasus penculikan aktivis 1997/1998. Kasus penculikan dan penghilangan secara paksa para aktivis pro-demokrasi, sekitar 23 aktivis pro-demokrasi diculik. Peristiwa ini terjadi menjelang pelaksanaan PEMILU 1997 dan Sidang Umum MPR 1998. Kebanyakan aktivis yang diculik disiksa dan menghilang, meskipun ada satu yang terbunuh. 9 aktivis dilepaskan dan 13 aktivis lainnya masih belum diketahui keberadaannya sampai kini. Banyak orang berpendapat bahwa mereka diculik dan disiksa oleh para anggota militer/TNI. Kasus ini pernah ditangani oleh komisi HAM.
Komentar: Negara memiliki kewajiban untuk memberikan ganti rugi kepada para korban pelangaran HAM dan keluarga mereka. Oleh karena itu lembaga penegak hukum untuk segera menyelesaikan semua kasus penghilangan paksa di Indonesia.
4. Penembakan Mahasiswa Trisakti
Kasus penembakan mahasiswa Trisakti merupakan salah satu kasus penembakan kepada para mahasiswa Trisakti yang sedang berdemonstrasi oleh para anggota polisi dan militer. Bermula ketika mahasiswa-mahasiswa Universitas Trisakti sedang melakukan demonstrasi setelah Indonesia mengalami Krisis Finansial Asia pada tahun 1997 menuntut Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Peristiwa ini dikenal dengan Tragedi Trisakti.
Dikabarkan puluhan mahasiswa mengalami luka-luka, dan sebagian meninggal dunia, yang kebanyakan meninggal karena ditembak dengan menggunakan peluru tajam oleh anggota polisi dan militer/TNI. Kasus ini masuk dalam daftar catatan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, dan pernah diproses.
Komentar: Konflik seharusnya tidak perlu terjadi, sebab hal tersebut dapat menyebabkan hubungan antar anggota atau individu menjadi tidak harmonis.Selain itu, Pemerintah juga perlu menindaklanjuti kasus-kasus lain yang terkait dengan tragedi Trisakti, agar dikemudian hari peristiwa yang serupa tidak terulang kembali.
5. Pembantaian Santa Cruz/Insiden Dili
Kasus ini masuk dalam catatan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, yaitu pembantaian yang dilakukan oleh militer atau anggota TNI dengan menembak warga sipil di Pemakaman Santa Cruz, Dili, Timor-Timur pada tanggal 12 November 1991. Kebanyakan warga sipil yang sedang menghadiri pemakaman rekannya di Pemakaman Santa Cruz ditembak oleh anggota militer Indonesia. Puluhan demonstran yang kebanyakkan mahasiswa dan warga sipil mengalami luka-luka dan bahkan ada yang meninggal. Banyak orang menilai bahwa kasus ini murni pembunuhan yang dilakukan oleh anggota TNI dengan melakukan agresi ke Dili, dan merupakan aksi untuk menyatakan Timor-Timur ingin keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan membentuk negara sendiri.
Komentar: Kasus ini termasuk dalam pelanggaran HAM berat di Indonesia yang telah dilakukan oleh militer Indonesia atau biasa disebut TNI. Bagaimana bisa TNI yang memiliki kewajiban melindungi bangsa Indonesia dibarisan terdepan seharusnya memiliki tingkat kesadaran yang tinggi bukan malah bertindak seperti itu. Pemerintah dan aparat penegak hukum haruslah bertindak tegas apabila ada penyelewengan dari fungsi badan lembaga nasional seperti TNI sehingga kejadian seperti ini tidak terulang kembali.
6. Peristiwa Tanjung Priok
Kasus ini murni pelanggaran HAM. Bermula ketika warga sekitar Tanjung Priok, Jakarta Utara melakukan demonstrasi beserta kerusuhan yang mengakibatkan bentrok antara warga dengan kepolisian dan anggota TNI yang mengakibatkan sebagian warga tewas dan luka-luka. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 12 September 1984. Sejumlah orang yang terlibat dalam kerusuhan diadili dengan tuduhan melakukan tindakan subversif, begitu pula dengan aparat militer, mereka diadili atas tuduhan melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Peristiwa ini dilatar belakangi masa Orde Baru.
Komentar: Warga seharusnya tidak melakukan demonstrasi karena bisa berakibat pada kerusuhan. Jika melakukan demonstrasi, seharusnya kedua belah pihak yaitu ABRI dan warga menahan emosi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Pelaku pembunuhan (ABRI) wajib diadili dengan seadil-adilnya agar menimbulkan efek jera.
7. Pembantaiaan Rawagede
Peristiwa ini merupakan pelanggaran HAM berupa penembakan beserta pembunuhan terhadap penduduk kampung Rawagede (sekarang Desa Balongsari, Rawamerta, Karawang, Jawa Barat) oleh tentara Belanda pada tanggal 9 Desember 1947 diringi dengan dilakukannya Agresi Militer Belanda I. Puluhan warga sipil terbunuh oleh tentara Belanda yang kebanyakan dibunuh tanpa alasan yang jelas. Pada 14 September 2011, Pengadilan Den Haag menyatakan bahwa pemerintah Belanda bersalah dan harus bertanggung jawab. Pemerintah Belanda harus membayar ganti rugi kepada para keluarga korban pembantaian Rawagede.
Komentar: Hukum di Indonesia harus ditegakkan, pembantaian Rawagede yang dilakukan Belanda merupakan tindakan kriminal dan harus diselesaikan secara tuntas. Pemerintah Indonesia harus turut serta membantu keluarga korban untuk mendapatkan pertanggung jawaban atas apa yang telah dilakukan tentara-tentara Belanda, Pemerintah harus menyelesaikan masalah ini sampai tuntas.
8. Peristiwa 27 Juli
Peristiwa ini disebabkan oleh para pendukung Megawati Soekarno Putri yang menyerbu dan mengambil alih kantor DPP PDI di Jakarta Pusat pada tanggal 27 Juli 1996. Massa mulai melempari dengan batu dan bentrok, ditambah lagi kepolisian dan anggota TNI dan ABRI datang berserta Pansernya. Kerusuhan meluas sampai ke jalan-jalan, massa mulai merusak bangunan dan rambu-rambu lalu-lintas. Dikabarkan lima orang meninggal dunia, puluhan orang (sipil maupun aparat) mengalami luka-luka dan sebagian ditahan. Menurut Komnas Hak Asasi Manusia, dalam peristiwa ini telah terbukti terjadinya pelanggaran HAM.
Komentar: Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Pemerintah khususnya pihak kepolisian harus bisa menjadi saraana dalam menyelesaikan masalah pelanggaran HAM.
9. Pembantaian Massal Komunis (PKI) 1965
Pembantaian ini merupakan peristiwa pembunuhan dan penyiksaan terhadap orang yang dituduh sebagai anggota komunis di Indonesia yang pada saat itu Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi salah satu partai komunis terbesar di dunia dengan anggotanya yang berjumlah jutaan. Pihak militer mulai melakukan operasi dengan menangkap anggota komunis, menyiksa dan membunuh mereka. Sebagian banyak orang berpendapat bahwa Soeharto diduga kuat menjadi dalang dibalik pembantaian 1965 ini. Dikabarkan sekitar satu juta setengah anggota komunis meninggal dan sebagian menghilang. Ini jelas murni terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Komentar: Kekejaman oknum PKI menimbulkan dampak negatif bagi Bangsa Indonesia. Saat ini seharusnya kita jadikan hal tersebut sebagai renungan yang dapat kita ambil pelajarannya. Dari hal tersebut, kita juga dapat belajar untuk tidak mengulangi hal tersebut di masa pemerintahan NKRI ini. Semoga generasi penerus bangsa yang sekarang maupun yang akan datang tidak mengulangi hal tersebut dan memipin bangsa ini dengan baik, menjadikan Bangsa Indonesia yang kaya ini lebih maju.
10. Kasus Dukun Santet di Banyuwangi
Peristiwa beserta pembunuhan ini terjadi pada tahun 1998. Pada saat itu di Banyuwangi lagi hangat-hangatnya terjadi praktek dukun santet di desa-desa mereka. Warga sekitar yang berjumlah banyak mulai melakukan kerusuhan berupa penangkapan dan pembunuhan terhadap orang yang dituduh sebagai dukun santet. Sejumlah orang yang dituduh dukun santet dibunuh, ada yang dipancung, dibacok bahkan dibakar hidup-hidup. Tentu saja polisi bersama anggota TNI dan ABRI tidak tinggal diam, mereka menyelamatkan orang yang dituduh dukun santet yang masih selamat dari amukan warga.
Komentar: Pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk mendorong penyelesaiannya, khususnya dalam penghormatan, perlindungan, pemenuhan dan penegakan HAM di daerah.
Kasus santet yang terjadi di Banyuwangi tersebut sangat bertentangan dengan Al-Qur’an.
11. Kasus Bulukumba
Kasus Bulukumba merupakan kasus yang terjadi pada tahun 2003. Dilatar belakangi oleh PT. London Sumatra (Lonsum) yang melakukan perluasan area perkebunan, namun upaya ini ditolak oleh warga sekitar. Polisi Tembak Warga di Bulukumba. Anggota Brigade Mobil Kepolisian Resor Bulukumba, Sulawesi Selatan, dilaporkan menembak seorang warga Desa Bonto Biraeng, Kecamatan Kajang, Bulukumba, Senin (3 Oktober 2011) sekitar pukul 17.00 Wita. Ansu, warga yang tertembak tersebut, ditembak di bagian punggung. Warga Kajang sejak lama menuntut PT London mengembalikan tanah mereka.
Komentar: Segala bentuk kriminalisasi, penangkapan, penahanan, dan kekerasan terhadap petani adalah tindakan yang menambah masalah, bukan menyelesaikannya. Di era demokrasi dan reformasi saat ini semua “operasi keamanan” dalam penanganan kasus tanah sungguh tidak popular lagi dan bertentangan dengan rasa keadilan serta prinsip HAM.
12. Peristiwa Abepura, Papua
Peristiwa ini terjadi di Abepura, Papua pada tahun 2003. Terjadi akibat penyisiran yang membabi buta terhadap pelaku yang diduga menyerang Mapolsek Abepura. Komnas HAM menyimpulkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM di peristiwa Abepura.
Komentar: Lemahnya institusi Negara dalam penegakan HAM yang berakibat pada belum terpenuhinya perlindungan, penegakan, dan kemajuan HAM di Papua.Pemerintah provinsi Papua perlu memperkuat perwakilan Komnas HAM dan mengimplementasikan isi dari Undang-Undang Otonomi Khusus terkait dengan Bab XII tentang HAM.
13. Kasus Timor-Timur Pasca Referendum
Perisiwa yang terjadi pada tahun 1974-1999 memakan ratusan ribu korban jiwa. Peristiwa yang dimulai dari Agresi Militer oleh TNI (Operasi Seroja) terhadap pemerintahan Fretelin yang sah di Timor-Timur. Sejak saat itu Timor-Timur selalu menjadi daerah operasi militer rutin yang rawan terhadap tindak kekerasan.
Komentar: Keinginanuntuk membebaskan diri menjadi Negara yang merdeka merupakan suatu hak, apabila sudah diadakan suatu referendum sehingga pembantaian tersebut seharusnya tidak boleh terjadi karena kasus tersebut dapat siselesaikan secara musyawarah.
14. Kasus Poso
Kerusuhan Poso adalah sebutan bagi serangkaian kerusuhan yang terjadi di Poso, Sulawesi Tengah yang melibatkan kelompok Muslim dan Kristen. Kerusuhan ini dibagi menjadi tiga bagian. Kerusuhan Poso I (25-29 Desember 1998), Poso II (17-21 April 2000), dan Poso III (16 Mei- 15 Juni 2000). Bentrokan di Poso memakan banyak korban dan diakhiri dengan bentuknya Forum Komunikasi Umat Beragama (FKAUB) di kabupaten Dati II Poso.
Komentar: Konflik Poso memang sudah terjadi dan menjadi sejarah kelam bangsa ini, sekaligus mencoreng solidaritas Negara dan mencoreng toleransi antar umat beragama di Indonesia. Oleh karena itu, marilah kita bangun rasa solidaritas dan toleransi tetap dijunjung tinggi, serta pengusutan oleh pihak yang berwenang terus mempelajari kasus ini, agar di kemudian hari tidak terulang lagi.
15. Kasus-kasus di Aceh pra DOM
Terjadi pada tahun 1976-1989, memakan banyak ribuan korban jiwa. Peristiwa yang terjadi semenjak dideklarasikan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Hasan Di Tiro, Aceh selalu menjadi daerah operasi militer dengan intensitas kekerasan yang tinggi.
Komentar: Pemerintah seharusnya bertanggung jawab melakukan rehabilitasi ekonomi kepada korban DOM. Belum lagi trauma psikis yang dialami oleh korban DOM. Sudah seharusnya mereka mendapatkan perhatian yang intensif dari Pemerintah. Namun, nampaknya Pemerintah belum menunaikan tanggung jawabnya secara totalitas untuk semua itu.
16. Kasus Ambon
Kerusuhan di kota Ambon, Maluku yang terjadi pada hari Minggu, 11 September 2011 dipicu oleh tewasnya seorang tukang ojek yang bernama Darkin Saimen. Darkin Saimen dikabarkan dibunuh oleh sejumlah kelompok agama tertentu yang sempat melakukan penganiayaan. Berawal dari masalah sepele yang merambat ke masalah SARA, sehingga dinamakan perang saudara dimana telah terjadi penganiayaan dan pembunuhan yang memakan banyak korban.
Komentar: Kuncinya adalah aparat keamanan. Andaikan saja sejak awal aparat kepolisian langsung bertindak tegas, berdiri di tengah-tengah masa yamg bertikai untuk melerai, kerusuhan tidak akan membesar hingga menimbulkan korban jiwa.
17. Penembakan Misterius (Petrus)
Diantara tahun 1982-1985, peristiwa ini mulai terjadi. ‘Petrus’ adalah sebuah peristiwa penculikan, penganiayaan dan penembakan terhadap para preman yang sering menganggu ketertiban masyarakat. Pelakunya tidak diketahui siapa, namun kemungkinan pelakunya adalah aparat kepolisian yang menyamar (tidak memakai seragam). Kasus ini termasuk pelanggaran HAM, karena banyaknya korban Petrus yang meninggal karena ditembak. Kebanyakan korban Petrus ditemukan meninggal dengan keadaan tangan dan lehernya diikat dan dibuang di kebun, hutan dan lain-lain. Terhitung, ratusan orang yang menjadi korban Petrus, kebanyakan tewas karena ditembak.
Komentar: Jika usaha pemberantasan kejahatan dilakukan hanya dengan main tembak tanpa melalui proses pengadilan maka hal itu tidak menjamin adanya kepastian hukum.Jika cara-cara seperti itu terus dilakukan maka lebih baik lembaga peradilan dibubarkan saja.
18. Kasus-kasus TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di luar negeri
Ada beberapa kasus pelanggaran HAM yang menimpa beberapa TKI yang bekerja di luar negeri. Telah terjadi banyak penganiayaan, seperti dipukul, disetrika, diestrum listrik, pelecehan seksual, pemerkosaan, bahkan pembunuhan terhadap para tenaga kerja Indonesia, meskipun sudah ada Undang-Undang dari Pemerintah yang mengatur tentang perlindungan atas TKI yang bekerja di luar negeri.
Komentar: Permasalahan yang menimpa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri merupakan tanggung jawab bersama baik dari Pemerintah dengan pembenahan sistem dan mekanismenya maupun WNI terutama ysng memilih jalur untuk menjadi seorang buruh migran di luar negeri. Perlu adanya pembenahan dari Pemerintah untuk melakukan perbaikan mekanisme penempatan dan perlindungan TKI agar kasus tersebut tidak terulang kembali.
19. Aksi Bom Bali
Peristiwa bom bali menjadi salah satu aksi terorisme terbesar di Indonesia. Peristiwa ini terjadi pada tahun 2002. Sebuah bom diledakkan di kawasan Legian Kuta, Bali oleh sekelompok jaringan teroris. Akibat peristiwa ini, sebanyak 202 orang meninggal dunia, mulai dari turis asing hingga warga lokal yang ada di sekitar lokasi. Kepanikan sempat melanda di penjuru Nusantara akibat peristiwa ini. Aksi bom bali ini juga banyak memicu tindakan terorisme di kemudian hari.
Komentar: Terorisme adalah tindak kriminal murni, bukan produk agama seperti yang divisualisasikan pelaku dengan mengatasnamakan Tuhan. Al-Qur’an tidak pernah mengajarkan umatnya menggunakan cara kekerasan untuk membangun peradaban. Terorisme adalah musuh semua umat beragama dan semua bangsa.
20. Tragedi Kerusuhan Sampit
Konflik Sampit tahun 2001 bukanlah insiden yang terisolasi, karena telah terjadi beberapa insiden sebelumnya antara warga Dayak dan Madura. Konflik besar terakhir terjadi antara Desember 1996 dan Januari 1997 yang mengakibatkan 600 korban tewas. Penduduk Madura pertama tiba di Kalimantan tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah kolonial Belanda dan dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia. Tahun 2000, transmigran membentuk 21% populasi Kalimantan Tengah. Suku Dayak merasa tidak puas dengan persaingan yang terus datang dari warga Madura yang semakin agresif. Hukum-hukum baru telah memungkinkan warga Madura memperoleh kontrol terhadap banyak industri komersial di provinsi ini seperti perkayuan, penambangan dan perkebunan.
Komentar: Konflik ini jangan sampai terulang kembali. Karena jika kembali terjadi akan merusak nilai kerukunan di Indonesia. Oleh karena itu, sikap saling menghormati, menyayangi, dan toleransi harus lebih ditingkatkan lagi sesama warga di Indonesia, walaupun berbeda ras, suku, dan agama demi mewujudkan Negara Indonesia yang aman, damai, dan sesuai dengan semboyan Bangsa Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika”.
2 comments